Biografi
Singkat Muhammad Abduh
Muhammad Abduh
lahir pada tahun 1266 H atau 1894 M di sebuah distrik bernama Sibsyir kota
Mahallah Nasr, provinsi Bakhirhah, Mesir. Kelahirannya bertepatan dengan masa
pergolakan politik yang terjadi di Mesir. Tepatnya di akhir era pemerintahan
Muhammad Ali Pasya 1894. Tumbuh di tengah keluarga petani dengan ekonomi
menengah. Ayahnya,, Abduh Hasan Khairallah adalah orang Turki yang telah lama
tinggal di Mesir. Sedang ibunya konon keturunan Arab yang garis nasabnya
dikaitkan dengan suku Umar bin Khattab ra.
Terlahir dari
keluarga muslim yang ta’at, Abduh kecil diarahkan untuk belajar dasar – dasar
agama. Di usia 10 tahun dia belajar al – qur’an di rumahnya. Dua tahun kemudian
dia sudah menghafal seluruh al-qur’an. Di tahun 1862 Abduh kecil dikirim orang
tuanya ke Thantha untuk belajar di sekolah Al-qur’an yang bernama Al-Jamie Al –
Ahmadi. Di sekolah yang merupakan salah satu lembaga pendidikan terbesar di
Mesir ini, Abduh kecil berguru pada seorang alim bernama Syaikh Ahmad.
Di usianya yang
masih tergolong remaja, Abduh sudah dikenal sebagai anak yang tekun dan
semangat dalam menuntut ilmu. Hal ini terlihat dari hasil gemilang yang kerap
kali diperolehnya dalam menuntut ilmu. Bahkan sikap kritisnya juga sudah mulai
tampak pada usia ini. Di sana, dia melakukan protes dan tidak setuju dengan
model pengajaran yang berlaku, hingga akhirnya membuatnya untuk memutuskan
kembali ke kampung halamannya.
Konon, model
pengajaran yang didapatkan Abduh saat itu merupakan model pengajaran yang
dipraktekkan oleh Mesir, dan bahkan dunia muslim pada umumnya. Pada saat itu,
aspek hafalanlah yang ditonjolkan, namun di sisi lain justeru mengabaikan sisi
pemahaman terhadap materi itu sendiri
Tapi sepulangnnya ke desa, keberadaannya justru tidak diterima.
Bahkan dia disuruh untuk kembali belajar. Putus asa dengan keadaannya, bukannya
kembali ke Thanta, Abduh malah bersembunyi di rumah salah satu pamannya. Dan di
situlah dia bertemu Syeikh Darwis Khadr. Seorang penganut tasawwuf yang pernah
belajar di Libya dan Tripoli.
Syeikh Darwis
adalah pendidik yang lembut. Dengan kelembutan dan kesantunannya, dia mampu
menanamkan kembali semangat Abduh untuk
menuntut ilmu. Dari syeikh Darwis ini pula, Abduh belajar untuk lebih
mencintai dan menaruh perhatian pada al-qur’an.
Berbekal
semangat dari guru barunya tersebut, Abduh melanjutkan belajarnya ke Syeikh
Ahmad. Dan setelah itu dia melanjutkannya ke universitas terkemuka dan tertua
di dunia, yaitu Al-Azhar, Kairo.
Semasa kuliah
di Al-Azhar inilah Abduh bertemu dengan Jamaluddin Al – Afgani ( 1839 – 1897
M). Seorang tokoh yang menuai banyak kontroversi yang kebetulan tengah singgah
di Mesir dalam perjalanannya menuju India. Hal ini terjadi pada tahun 1869.
Pada tahun
1871, Afghani kembali ke Mesir, tapi dengan niat untuk menetap di sana. Dengan
keberadaannya ini, akhirnya membuat kontak antara Abduh dan Afghani semakin
intens, layaknya hubungan belajar antara murid dengan guru.
Dalam diri Afghani, Abduh
menemukan gelora yang tidak ia temukan di tempat lain. Pemikiran-pemikiran yang
diperkenalkan Afghani demikian mempesona Abduh. Ia seakan mendapatkan
pencerahan yang menggiringnya untuk dapat membebaskan diri dari banyak belenggu
tradisi yang saat itu mengekang dirinya dan masyarakat. Sebab Afghani
mengajarinya kritis terhadap kondisi keterpurukan umat Islam saat itu. Jadilah
Afghani sebagai “universitas” kedua bagi Abduh setelah al-Azhar.
Perlahan namun pasti, pengaruh duo Afghani dan Abduh mulai menyebar ke
tengah masyarakat luas. Namun, akibat kekisruhan politik saat itu, keduanya
diusir dari Cairo. Afghani ke Paris (!) dan Abduh keluar dari Cairo. Tetapi
pada tahun berikutnya, Abduh diizinkan kembali bahkan dipercaya untuk memimpin
surat kabar pemerintah yang bernama al-Waqa’i al-Mishriyah (!).
Pada periode ini, secara praktis Abduh terjun dalam dunia
politik. Tapi karena dianggap oposan, akibatnya Abduh diusir untuk kedua
kalinya. Untuk pengusiran kali ini dia pergi ke Syiria. Di sana, Abduh sempat
memberikan kuliah-kuliah yang di kemudian hari dibukukan menjadi salah satu
karyanya: Risalah
al-Tauhid. Buku ini kelak diterjemahkan dan diterbitkan dalam
bahasa Indonesia dengan judul yang sama oleh tokoh-tokoh pembaruan di
Indonesia.
Dari sana, pada tahun 1884, ia menuju Paris dan bergabung dengan
Afghani. Keduanya menerbitkan majalah al-Urwah
al-Wutsqa. Karena ide-ide majalah ini dianggap merongrong
eksistensi Prancis, majalah tersebut tidak berumur panjang. Pemerintah
membreidel majalah tersebut dan menyuruh Afghani dan Abduh untuk angkat kaki
dari Paris.
Majalah al-Urwah
al-Wutsqa memang memperkenalkan warna baru dalam
kerangka umum pemikiran keislaman pada masa itu. Al-‘Allamah Rasyid Ridha (1282-1354 H/1865-1935
M), yang kelak berguru kepada Abduh, merupakan tokoh yang sangat terpengaruh
oleh warna yang dibawa oleh al-Urwah
al-Wutsqa. Dan itu dia akui sendiri.
Satu waktu, Rasyid Ridha menulis:
“Kemudian aku menemukan dalam barang simpanan bapakku beberapa
edisi dari majalah al-Urwah al-Wutsqa. Maka setiap edisi itu bagaikan kabel
listrik, yang ketika menyentuhku dapat menimbulkan getaran dan gelora yang
membawaku dari satu kondisi (fase pemikiran) kepada kondisi (fase pemikiran)
yang lain. Dampak terbesar dari artikel-artikel (majalah) itu, adalah (tulisan
yang berjudul) ‘Reformasi Islam,’ kemudian artikel-artikel politik ‘Persoalan
(Bangsa) Mesir,’ yang diterbitkan dalam sejumlah edisinya.
“Yang aku, orang lain serta sejarah tahu, bahwa tak ada tulisan
bangsa Arab di masa itu serta beberapa abad sebelum itu, yang mampu menyaingi
tulisan-tulisan tersebut dari segi sentuhan hati, pencerahan akal, dan
keindahan retorika.” (Rasyid Ridha,
Tarikh al-Ustadz al-Imam, I/996, 303)
Dari Paris, Abduh kembali ke Mesir. Keadaan politik di Mesir
telah berubah dan relatif lebih kondusif bagi Abduh. Pada periode ini, Abduh
pernah diserahi sejumlah jabatan penting, di antaranya sebagai qadhi (hakim), anggota al-Majlis
al-A’la di
universitas al-Azhar dan anggota legislatif negara.
Tahun
1899, Syekh Muhammad Abduh diangkat secara resmi sebagai mufti negara, jabatan
yang akhirnya ia pegang hingga wafatnya tahun 1905.
Dari Paris, Abduh kembali ke Mesir. Keadaan politik di Mesir
telah berubah dan relatif lebih kondusif bagi Abduh. Pada periode ini, Abduh
pernah diserahi sejumlah jabatan penting, di antaranya sebagai qadhi (hakim), anggota al-Majlis al-A’la di universitas al-Azhar dan anggota
legislatif negara.
Tahun 1899, Syekh Muhammad Abduh diangkat secara resmi sebagai
mufti negara, jabatan yang akhirnya ia pegang hingga wafatnya tahun 1905.
1. Ahmed H.
Al-Rahim (Januari 2006). "Islam dan Kebebasan", Journal of Democracy
17 (1), h. 166-169.
2. Kügelgen, Anke von. " Abduh, Muhammad." Encyclopaedia of Islam, TIGA. Edited by: Gudrun Kraemer, Denis Matringe, John Nawas dan Everett Rowson. Brill, 2009. Brill Online. Syracuse University. 23 April 2009
3. Kedourie, E. (1997). Afghani dan 'Abduh: An Essay on Agama kekafiran dan Politik Aktivisme di Modern Islam, London: Frank Cass. ISBN 071.464.355.
4. Kügelgen, Anke von. " Abduh, Muhammad." Encyclopaedia of Islam, TIGA. Edited by: Gudrun Kraemer, Denis Matringe, John Nawas dan Everett Rowson. Brill, 2009. Brill Online. Syracuse University. 23 April 2009
5. Kügelgen, Anke von. " Abduh, Muhammad." Encyclopaedia of Islam, TIGA. Edited by: Gudrun Kraemer, Denis Matringe, John Nawas dan Everett Rowson. Brill, 2009. Brill Online. Syracuse University. 23 April 2009
6. Kügelgen, Anke von. " Abduh, Muhammad." Encyclopaedia of Islam, TIGA. Edited by: Gudrun Kraemer, Denis Matringe, John Nawas dan Everett Rowson. Brill, 2009. Brill Online. Syracuse University. 23 April 2009
7. Kügelgen, Anke von. " Abduh, Muhammad." Encyclopaedia of Islam, TIGA. Edited by: Gudrun Kraemer, Denis Matringe, John Nawas dan Everett Rowson. Brill, 2009. Brill Online. Syracuse University. 23 April 2009
8. Kügelgen, Anke von. " Abduh, Muhammad." Encyclopaedia of Islam, TIGA. Edited by: Gudrun Kraemer, Denis Matringe, John Nawas dan Everett Rowson. Brill, 2009. Brill Online. Syracuse University. 23 April 2009
9. Gelvin, J. L. (2008). Modern Timur Tengah (2nd ed., Hal. 161-162). New York: Oxford universitas Press.
10. Kügelgen, Anke von. " Abduh, Muhammad." Encyclopaedia of Islam, TIGA. Edited by: Gudrun Kraemer, Denis Matringe, John Nawas dan Everett Rowson. Brill, 2009. Brill Online. Syracuse University. 23 April 2009
2. Kügelgen, Anke von. " Abduh, Muhammad." Encyclopaedia of Islam, TIGA. Edited by: Gudrun Kraemer, Denis Matringe, John Nawas dan Everett Rowson. Brill, 2009. Brill Online. Syracuse University. 23 April 2009
3. Kedourie, E. (1997). Afghani dan 'Abduh: An Essay on Agama kekafiran dan Politik Aktivisme di Modern Islam, London: Frank Cass. ISBN 071.464.355.
4. Kügelgen, Anke von. " Abduh, Muhammad." Encyclopaedia of Islam, TIGA. Edited by: Gudrun Kraemer, Denis Matringe, John Nawas dan Everett Rowson. Brill, 2009. Brill Online. Syracuse University. 23 April 2009
5. Kügelgen, Anke von. " Abduh, Muhammad." Encyclopaedia of Islam, TIGA. Edited by: Gudrun Kraemer, Denis Matringe, John Nawas dan Everett Rowson. Brill, 2009. Brill Online. Syracuse University. 23 April 2009
6. Kügelgen, Anke von. " Abduh, Muhammad." Encyclopaedia of Islam, TIGA. Edited by: Gudrun Kraemer, Denis Matringe, John Nawas dan Everett Rowson. Brill, 2009. Brill Online. Syracuse University. 23 April 2009
7. Kügelgen, Anke von. " Abduh, Muhammad." Encyclopaedia of Islam, TIGA. Edited by: Gudrun Kraemer, Denis Matringe, John Nawas dan Everett Rowson. Brill, 2009. Brill Online. Syracuse University. 23 April 2009
8. Kügelgen, Anke von. " Abduh, Muhammad." Encyclopaedia of Islam, TIGA. Edited by: Gudrun Kraemer, Denis Matringe, John Nawas dan Everett Rowson. Brill, 2009. Brill Online. Syracuse University. 23 April 2009
9. Gelvin, J. L. (2008). Modern Timur Tengah (2nd ed., Hal. 161-162). New York: Oxford universitas Press.
10. Kügelgen, Anke von. " Abduh, Muhammad." Encyclopaedia of Islam, TIGA. Edited by: Gudrun Kraemer, Denis Matringe, John Nawas dan Everett Rowson. Brill, 2009. Brill Online. Syracuse University. 23 April 2009